Total Pengangguran di Indonesia Satu Dekade [ Ilmu Pengetahuan, Teknologi & Kemiskinan ]


Sampai bulan ke 2 tahun 2011, total pengangguran di Indonesia mencapai angka 8.120.000 orang. Jika dibanding Februari 2011 dengan total pengangguran sebanyak 8.590.000, sudah ada penurunan sekitar 0,61%.
Total angkatan kerja pada Februari 2011 mencapai 119.400.000, jika dibanding Februari 2010 sebesar 116.000.000 sudah dipastikan bertambah 3.400.000 orang.
Penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai angka 111.300.000 pekerja, jika dibanding Februari 2010 yang mencapai angka 107.400.000 pekerja berarti sudah ada peningkatan 3.900.000 pekerja.
Rentang waktu Februari 2010 - Februari 2011, kecuali sektor Pertanian dan Transportasi yang mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 360.000 pekerja (0,84%) dan 240 pekerja (4,12%), selebihnya mengalami kenaikan jumlah pekerja.

Sumber : Google, http://finance.detik.com/read/2011/05/05/124514/1633086/4/jumlah-pengangguran-di-indonesia-tersisa-812-juta-orang
»»  Read More...

5 Jurus Menghindari Kekerasan Dalam Berpacaran [ Kekerasan Dalam Berpacaran ]

1. Berani Katakan TIDAK !
    Putuskan apa yang kita inginkan dan tidak kita inginkan. Komunikasikan perasaan, pikiran, dan keyakinan kita pada pacar. Jika ada perasaan tidak nyaman, komunikasikan secara terbuka dan jujur. Beri penjelasan kenapa Anda menolaknya. Ingat, kalau pacar memang cinta tentu dia akan melindungi orang yang dicintainya dari kerusakan. Katakan ”tidak” sebelum terjadi yang tidak dinginkan.
2. Hargai TUBUH Kamu
Jangan biarkan apa pun yang tidak kita kehendaki terjadi padanya. Ketika tubuh mulai dieksploitasi untuk pertama kali, maka akan ada yang kedua, ketiga dan mungkin tidak akan berhenti. Tunjukkan pada pacar bahwa kita sangat menghargai tubuh kita. Kalau dia benar-benar mencintai Anda, dia pun akan belajar memahaminya.
3. Tekankan Makna Pacaran
Jangan takut untuk mendefinisikan makna pacaran dan bagaimana hubungan akan dibina ketika pacar mulai meminta sesuatu yang tidak Anda kehendaki. Pacaran merupakan keputusan sadar dengan penuh pertimbangan dan itikad baik antara dua pihak. Pacaran melibatkan aspek emosi, keyakinan, sosial dan budaya. Ada unsur pembelajaran, penghargaan, penghormatan, dan komunikasi dalam pacaran.
4. Be Your Self
Jangan mulai membiarkan kekerasan menimpa kita hanya karena ingin menyenangkan pacar. Belajarlah menjadi diri sendiri. Selama sikap dan perbuatan kita positif, pertahankan. Peran kita lebih banyak dibentuk oleh pola pengasuhan yang dipengaruhi budaya, untuk mengubahnya kita juga harus mulai dengan proses pembelajaran baru. Jadi bersiaplah untuk belajar.
5. Cari Dukungan
Karena kekerasan dalam pacaran juga dipengaruhi oleh aspek budaya, untuk mengubahnya juga harus dilakukan bersama-sama. Cari dukungan, kalau perlu buat komunitas antikekerasan.Ungkapkan dan kampanyekan pikiran kita, cari teman yang sependapat.

GOOD LUCK

Sumber : Google, www.untukku.com/artikel-untukku/kekerasan-dalam-pacaran-untukku.html
»»  Read More...

Rencana Menaikan Deposito Tidak Meningkatkan Perlindungan TKI [ Warga Negara & Negara ]

Rencana Kemenakertrans menaikkan jaminan deposito perusahaan jasa TKI dari Rp 500 juta menjadi Rp 5 miliar dinilai tidak akan meningkatkan kualitas perlindungan TKI. Anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka mengatakan dana jaminan deposito tidak berkorelasi dengan perlindungan TKI.

"Terlebih lagi jika perlindungan ditinjau dari segi materi saja bukan penegakan hukum," kata Rieke di Jakarta, Selasa (29/11).

Sebelumnya Ketua Himpunan Perusahaan Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani memrotes rencana kenaikan jaminan deposito yang semula Rp 500 juta menjadi Rp 5 miliar yng dinilai bertentangan dengan peraturan perundangan.

Menurut dia, Kemenakertrans tidak bisa membuat kebijakan yang berlaku bagi semua pihak hanya karena segelintir PJTKI yang tidak jelas identitasnya melakukan pelanggaran.

Yunus memaparkan, rencana kenaikan dana jaminan dalam bentuk deposito diungkapkan Dirjen Binapenta Kemenakertrans dalam rapat dengan sejumlah organisasi perusahaan jasa TKI baru-baru ini.

Salah satu alasan menaikkan jaminan deposito itu karena Kemenakertrans menemukan kasus penempatan TKI ke Libya sebanyak 56 orang tetapi gagal diberangkatkan dan perusahaan yang menempatkan tidak bertanggung jawab.

Sementara, dana klaim asuransi atas kasus itu tidak mencukupi karena terlalu kecil. Diinfokan, Kemenakertrans mengembalikan uang calon TKI tersebut yang nilainya lebih dari Rp 500 Juta.

Dampak dari kejadian tersebut, kata Yunus, pemerintah merencanakan menaikkan dana jaminan deposito setiap PJTKI menjadi Rp 5 miliar. "Yang kami sayangkan, Kemenakertrans tidak pernah menjelaskan siapa atau PJTKI mana yang akan menempatkan TKI ke Libya," kata Yunus.

Sementara, Rieke mengacu pada praktik perlindungan buruh migran di Filipina yang tidak menjadikan dana jaminan deposito sebagai bagian utama dari perlindungan.

"Uang jaminan deposito perusahaan jasa buruh migran Filipina tidak besar tetapi mereka taat azas taat hukum dan yang menjadi prioritas di sana adalah penegakan hukum bagi pelanggaran sekecil apapun," kata Rieke.

Dia juga menjelaskan bahwa rencana menaikkan dana jaminan deposito itu sudah diusulkan di rapat kerja Kemenakertrans dengn DPR, dan dia dengan tegas menolaknya.

Rieke juga mempertanyakan fungsi Konsorsium Perusahaan Asuransi Proteksi TKI yang hingga saat ini terkesan hanya menghimpun dana. Puluhan miliar dana yang dihimpun tetapi klaim yang dibayarkan kepada TKI hanya Rp 1,2 miliar.

"Kemana perginya dana yang dihimpun sebesar Rp400.000 per-TKI yang ditempatkan?" kata Rieke.

Menurut dia, jika dibandingkan dengan PT Jamsostek, kinerja konsorsium perusahaan asuransi TKI sangat rendah. "PT Jamsostek masih melaporkan penggunaan dana dan manfaat yang diberikan pada peserta, sementara konsorsium perusahaan asuransi tidak memberikan laporan apa-apa, sementara dia memungut dana publik (TKI)," tandasnya.

Sumber : Google, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/29/lvf0gp-kenaikan-jaminan-deposito-tak-jamin-perlindungan-tki

Sumber gambar : http://www.mypangandaran.com/gambar/berita-tki-legal-asal-kabupaten-ciamis-hanya-16-orang-830.jpg
»»  Read More...

Agar Bermartabat Pemuda Harus Bekerja [ Pemuda & Sosialisasi ]

KabarIndonesia - Agar bermartabat pemuda harus bekerja, hal ini disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi Ir. Syahrasaddin, M.Si, atas nama Gubernur Jambi Drs. H. Hasan Basri Agus, MM,  Senin (28/11/2011), saat membuka  Lokakarya Kepemudaan Provinsi Jambi, yang dilaksanakan di hotel Goldan Harvest Jambi.           
Ditegaskan Sekda, “dengan bekerja, pemuda akan mempunyai harkat dan martabat dimata keluarga, dimata masyarakat dan dimata Negara, karenanya kedepan pemuda harus lebih giat lagi, harus teguh”.

Disampaikan Sekda, pernah disampaikan salah seorang tokoh dunia, Mahatma Gandhi, bahwa Negara ini akan kuat jika melibatkan pemuda,” jadi demikian berartinya pemuda, karenanya jangan sia-siakan usia muda, manfaatkan untuk berbuat yang terbaik, baik untuk keluarga bangsa dan Negara, tegas Sekda.

Sekda yakin, perubahan akan cepat terjadi manakala melibatkan pemuda. Paling tidak ada dua hal yang harus mendapat perhatian khusus kedepan, pertama masalaha penyalahgunaan narkoba, yang saat ini sasarannya juga para pemuda dan telah semakin meluas sampai kedesa-desa dan yang menjadi sasaran sampai kepada anak-anak usia sekolah dasar. Kedua  pemuda harus bekerja, sehingga pemuda mempunyai harkat dan martabat, dimata keluarga, dimata masyarakat dan dimata Negara, tegas Sekda.           

Sesungguhnya pemuda saat ini telah  berperan disemua lini, ini dapat dilihat diberbagai event yang dilaksanakan baik tingkat lokal, regional, dan nasional, banyak melibatkan pemuda, demikian juga dalam berkarya, selain banyak yang menjadi PNS, pemuda juga banyak berkarya di swasta, bahkan tidak sedikit yang telah berhasil membuka lapangan pekerjaan dengan usaha yang dilakukannya.   

Sebelumnya Sekda juga menyampaikan sambutan tertulis Gubernur Jambi Drs. H. Hasan Basri Agus, yang menyampaikan, bahwa Pemerintah Provinsi Jambi menyadari betul akan keterbatasan dan kemampuan dalam melaksanakan pembangunan, terlebih lagi dalam meberikan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia usia muda, untuk itulah maka Pemerintah Provinsi Jambi terus berupaya menjalin kerjasama dan kemitraan dengan organisasi kepemudaan dan organisasi kemasyarakatan untuk menggerakkan pembangunan di Provinsi Jambi. Karena organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan merupakan lembaga yang mempunyai ikatan dan kedekatan dengan masyarakat, yang biasanya lebih mengetahui keinginan dan kebutuhan masyaraakat.            

Gubernur yakin, DPD KNPI sebagai tempat berhimpunnya organisasi kepemudaan telah menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Namun Gubernur berharap agar DPD KNPI Provinsi Jambi untuk lebih meningkatkan perannya. Terlebih lagi dalam menyikapi kondisi dan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, seperti terjadinya bencana alam, penyalahgunaan narkoba yang penyebarannya telah meluas sampai ke desa-desa serta kerusuhan massa yang bersifat anarkis tanpa mengindahkan aturan dan norma yang berlaku. Permasalahan tersebut diatas, menurut Gubernur pada prinsipnya disebabkan oleh human error yang dilakukan oleh tangan manusia, baik di sengaja maupun tidak disengaja.           

Fenomena-fenomena tersebut hendaknya menjadi bahan renungan dan telaahan semua pihak, karena manusialah yang menjadi penyebabnya. Kini saatnya untuk mengendalikan diri, untuk tidak melakukan hal-hal negative yang menyebabkan itu semua, harus bahu membahu dengan kebulatan tekad yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat untuk mulai menahan diri mengeksploitasi alam. Menahan diri dari keserakahan pengrusakan kekayaan hutan tanpa melakukan timbale balik bagi kelestariannya. Menahan diri untuk tidak berbuat zalim, baik antar sesama manusia maupun zalim terhadap alam.
Oleh karenanya, melalui kesempatan ini Gubernur berpesan kepada para generasi muda, penerus pembangunan bangsa, untuk tetap waspada dalam menghadapi masalah-masalah ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang kompleks. Wujudkan cita-cita dan idialisme generasi muda sebagai warga Negara yang potensial sekaligus sebagaimwarga masyarakat yang bertanggungjawab. Teruskan meningkatkan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan serta pengalaman dalam pemberdayaan masyarakat dan lembaga.


Sumber : Google, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=26&jd=Agar+Bermartabat+Pemuda+harus+Bekerja&dn=20111129070604
Sumber Gambar : http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-snc4/71178_125254912488_2668314_n.jpg
»»  Read More...

Gigolo Coba Bius dan Rampok Pelanggannya Wanita Muda Usia 23 Tahun Karena Tersinggung Dibayar Sedikit [ Pendidikan Masyarakat & Kebudayaan ]

Polsek Metro Palmerah kini tengah mengejar dua saksi lain dalam kasus pembiusan dan percobaan perampokan oleh seorang gigolo berinisial M di sebuah hotel di bilangan Palmerah, Jakarta Barat, pada Selasa (10/5/2011). Dua saksi penting itu adalah seorang germo dan gigolo lain, AD.
“Dua orang itu sedang kami kejar, tetapi sampai sekarang baru sebatas saksi. Tidak tertutup kemungkinan salah satunya terlibat dan jadi tersangka,” ucap Kepala Unit Reskrim Ajun Komisaris Saiful Anwar, Kamis (12/5/2011), saat dihubungi wartawan.
Saiful melanjutkan, aksi pembiusan M terhadap A sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari. Pasalnya, polisi menemukan sebuah tas kecil berisi obat bius dan handuk kecil.
“Jelas ini sudah dipersiapkan sebelumnya,” kata Saiful.
Polsek Palmerah juga mencium adanya kerja sama antara M dan temannya, AD, yang juga berprofesi sebagai gigolo. Mereka diduga sudah merencanakan untuk menyita harta milik A, yang menjadi pelanggan M.
“Mereka merencanakan bersama, tetapi AD masih kami kejar,” ujar Saiful.
Adapun peran sang germo, menurut Saiful, hanya sebatas menjadi perantara antara A dan M. Tidak ditemukan indikasi keterlibatan sang germo dalam aksi M membius A.
“Germonya kami duga tidak tahu apa-apa karena hanya menerima pesanan, tetapi masih dalam pengejaran kami untuk dimintai keterangan. Jadi germo dan AD adalah orang yang beda. AD teman pelaku lain yang berprofesi sama,” ucap Saiful.
Seperti diberitakan, A, seorang perempuan muda cantik berusia 23 tahun, memesan jasa gigolo kepada seorang germo. Dari situlah A bertemu dengan M di sebuah hotel di Palmerah.
Awalnya, A meminta M memijat tubuhnya, tetapi lama-kelamaan mereka pun berhubungan intim. Seusai berhubungan intim, A memberikan upah atas jasa M. Namun, tak disangka, upah yang diberikan A jauh dari harapan M. M pun geram dan akhirnya berusaha membekap A dengan sebuah handuk kecil yang dibubuhi obat bius.
Namun, obat bius itu diduga tak berfungsi maksimal karena A mampu menahan napas. Setelah kejadian itu, A dan M kembali berdamai dan mulai membangun suasana romantis di antara keduanya. Saat itulah M lengah dan A melaporkan kejadian itu kepada sekuriti yang langsung menelepon polisi.
Polsek Metro Palmerah menahan M di Markas Polsek Metro Palmerah. M disangkakan Pasal 53 juncto 365 tentang perencanaan dan percobaan perampokan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Seorang gigolo alias pekerja seks pria tak kuasa menahan amarah saat perempuan muda yang menjadi pelanggannya memberikan upah tidak sesuai dengan harapan seusai memberi layanan kepada perempuan tersebut di Hotel MA, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (10/5/2011) siang.
Mus (27), sang gigolo, pun nekat mengambil selembar handuk yang sudah dibubuhkan obat bius untuk membekap wanita tersebut. Namun, sialnya, perempuan pelanggannya itu mampu bertahan dari pengaruh obat bius. Alhasil, sang gigolo pun ditangkap dan kini terpaksa mendekam di Kepolisian Sektor (Polsek) Palmerah.
“Jadi, si gigolo ini sudah janjian dengan pelanggannya lewat jasa germo. Mereka janjian ketemu di Hotel MA,” kata Kepala Polsek Palmerah Kompol M Yusuf, Rabu (11/5/2011), saat dihubungi wartawan.
Perempuan itu awalnya meminta Mus untuk memberikan pijatan sampai akhirnya mereka berhubungan intim. Seusai berhubungan intim, perempuan berinisial A yang diyakini berusia 23 tahun itu lalu memberikan upah. “Rupanya upahnya itu enggak sesuai atau terlalu dikit, jadi si gigolo marah sampai nekat membekap korban,” kata Yusuf.
Anehnya, setelah gagal melancarkan aksinya, sang gigolo bersama dengan perempuan itu justru mampu kembali membangun suasana romantis. Akan tetapi, di saat itulah Mus lengah dan korbannya melapor ke sekuriti setempat. Tak beberapa lama polisi datang dan meringkus sang gigolo.
Mus kini harus mendekam di Polsek Palmerah atas tuduhan melakukan pembiusan dan percobaan pencurian.

Sumber: Google, http://detektifromantika.wordpress.com/
»»  Read More...

Wanita Cantik Jadi Korban Pelecehan Seksual Di Bus Kota Hingga Terkena Sperma Pelaku [ Indivudu, Keluarga & Masyarakat ]

Melakukan pelecehan seks terhadap wanita di buskota, lelaki penumpang Patas 213 jurusan Grogol-Kampung Melayu dihajar massa di Bundaran HI Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat malam (13/5). Tersangka Supri, 43, warga Jalan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sebelum dibekuk massa usai melakukan pelecehan seks sempat kabur. Sedangkan wanita korban berinsial Dd, 20, warga Duren Sawit, Jaktim, melaporkan ke Polres Jakpus.

Sekitar pukul 19:00, wanita berparas cantik ini duduk teridur di dalam bus. Saat itu penumpang berjubel, dan pria kelainan seks itu berdiri di samping wanita tersebut. Melihat paha mulus karena rok wanita cantik itu tersingkap, libido pria bejat tersebut langsung tegang. Ia kemudian membuka sleting celana dan mengeluarkan alat vital.

Sambil ditutupi koran, Supri melakukan onani di dekat pundak penumpang wanita tersebut, sampai mengeluarkan sperma yang memuncrat ke pipi dan jatuh di paha korban yang tersingkap tersebut. Spontan korban teriak, sehingga mengagetkan penumpang lainnya.

Mengetahui penumpang menanyakan perihal teriakan korban, pelaku kabur meloncat dari bus. Tetapi dikejar oleh penumpang dan dihajar sampai bonyok. Pelaku kemudian diserahkan ke pos polisi di Jalan Thamrin. “Pelaku akan dikenakan pasal 281 KUHP dengan ancaman 2 tahun 8 bulan penjara,” tegas Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Jakpus, AKP Sintike, SH.
Sumber : Google, http://detektifromantika.wordpress.com
»»  Read More...

Kenapa Anda memeluk agama tertentu, dan kenapa pindah agama? [ Agama & Masyarakat ]

Kenapa seseoang memeluk agama tertentu, dan bukan agama lain? Kenapa seseorang menjadi Muslim, yang lain Kristen, yang lain lagi Hindu, yang lainnya lagi Budha, dan seterusnya? Apakah keanggotaan seseoang dalam agama tertentu adalah hasil keputusan yang bersangkutan, atau karena "kebetulan sosial"? Kalau seseorang lahir dalam keluarga Muslim, apakah tidak dengan sendirinya ia akan menjadi Muslim pula? Jika orang yang sama lahir dalam keluarga Kristen, bukankah kemungkinan besar dia akan menjadi Kristen? Jika benar demikian, apakah agama adalah sesuatu yang "diberikan" oleh masyarakat, bukan sesuatu yang kita pilih sendiri secara bebas?
Esei pendek ini akan mencoba menjawab masalah ini. Isu ini sebetulnya telah menjadi bahan studi tersendiri di kalangan sarjana dalam rubrik besar yang disebut dengan "konversi" atau gejala pindah agama. Konversi bukan saja fenomena individual, tetapi juga komunal, sosial, dan bahkan memiliki implikasi lebih luas lagi pada level "pembentukan sebuah peradaban". Studi-studi mengenai masalah ini bisa dibaca melalui beberapa buku seperti Conversion to Christianity: Historical and Anthropological Perspectives on a Great Transformation (1993) yang disunting oleh Prof. Robert Hefner. Buku lain yang lebih menyoroti aspek konversi dalam konteks Islam adalah Conversion to Islam (1979) suntingan Nehemia Levtzion. Kenapa seseorang memeluk atau pindah ke agama tertentu bisa dijawab dengan dua pendekatan. Yang pertama adalah pendekatan dari "dalam", dan kedua pendekatan dari "luar". Pendekatan dari dalam maksudnya adalah melihat masalah ini dari sudut pandang pemeluk agama tertentu; sementara pendekatan dari luar mencoba melihatnya dari kaca-mata sosiologis, yakni meletakkan masalah ini sebagai gejala sosial yang dapat kita amati bersama, tanpa memperdulikan bagaimana sudut pandang pemeluk agama itu. Saya akan mulai dari sudut pandang dari dalam. Dilihat dari "dalam", fakta bahwa seseorang memeluk agama tertentu biasanya dijelaskan dengan berbagai cara. Dalam konteks Islam, misalnya, hal itu dijelaskan dengan konsep "hidayah" atau petunjuk. Dalam pandangan seorang Muslim, seseorang menjadi Muslim, entah sejak lahir atau sesudah dewasa, karena yang bersangkutan mendapat petunjuk (hidayah) dari Tuhan. Konsep ini mengandaikan bahwa yang bersangkutan, sebelum masuk Islam, berada dalam keadaan tersesat (dlalal). Dalam Islam dikenal konsep tentang "jalan yang lurus" (al-sirat al-mustaqim). Meskipun istilah ini sering dipakai oleh umat Islam dalam konteks eskatologi (doktrin atau ajaran tentang hari akhir--yaum al-qiyama), tetapi konsep tersebut juga sering dipakai untuk menunjuk agama Islam itu sendiri. "Jalan yang lurus", dengan demikian, bukan saja merujuk kepada "jembatan ujian" ("titian serambut dibelah tujuh", meminjam judul film arahan Asrul Sani dulu) yang terbentang di atas neraka kelak untuk menguji iman seseorang, tetapi juga merujuk kepada agama Islam. Islam adalah jalan yang lurus. Seseorang yang tidak mengikuti jalan ini dianggap sebagai berada dalam jalur yang sesat, menyimpang. Jika seseorang masuk Islam, ia mendapatkan petunjuk untuk kembali ke jalan yang lempang dan benar. Konsep serupa, meskipun tidak mirip sama, kita temukan dalam agama Kristen. Di sana, misalnya, dikenal konsep tentang keselamatan. Seseorang yang memeluk agama Kristen dilihat sebagai orang yang terselamatkan. Manusia sering digambarkan sebagai domba-domba (sheep), sementara para pendeta dan pelayan Tuhan disebut sebagai gembala (sheperd). Dalam Injil Yohanes 10:11, misalnya, Yesus menyebut dirinya sebagai "gembala yang baik" (I am the good sheperd, demikian dikatakan dalam John 10:11). Oleh karena itu, dalam kalangan Kristen lazim kita kenal ungkapan "domba-domba yang tersesat", yakni manusia yang belum mengikuti jalan Kristus. Jika seseorang mengikuti jalan itu, maka ia disebut sebagai "domba yang terselamatkan". Konsep ini kurang lebih mirip dengan konsep "hidayah" dalam Islam. Keduanya melihat mereka yang bergabung dalam komunitas agama sebagai orang-orang yang berada dalam jalan lurus, jalan keselamatan menuju sorga. Mereka yang ada di luar itu adalah tersesat. Dalam konsep hidayah sebagaimana dikenal dalam Islam, terkandung suatu gagasan tentang "intervensi Tuhan". Seseorang masuk dalam Islam bukan semata-mata karena keputusan dia sendiri, tetapi juga intervensi Tuhan. Seseorang bisa saja mengetahui dengan baik bahwa Islam adalah agama yang benar, tetapi belum tentu ia mau masuk ke dalamnya. Contoh yang sering dipakai oleh kalangan Islam adalah kaum orientalis, yakni sarjana non-Muslim yang dengan tekun dan simpatik (atau boleh juga non-simpatik) mempelajari Islam, tetapi ia tidak menjadi Muslim. Oleh umat Islam, gejala seperti ini dijelaskan dengan konsep "hidayah": karena orientalis bersangkutan belum mendapat petunjuk dari Tuhan, maka dia tak mau masuk Islam, walau dia telah belajar tentang ajaran Islam secara mendalam. Berkaitan dengan soal "hidayah" ini, ada sebuah anekdot yang menarik. Seorang antropolog "bule" dari Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian lapangan di pesantren Darut Tauhid asuhan da'i kondang, KH. Abdullah Gymnastiar atau dikenal sebagai Aa Gym. Melihat si bule dengan simpatik melakukan penelitian tentang pesantren, kegiatan dakwah Aa Gym, dan Islam secara umum, salah seorang santri di sana terheran-heran: kalau si bule itu meneliti kegiatan dakwah Islam dengan penuh simpatik, kenapa dia tak masuk Islam saja. Lalu si santri itu memberanikan diri bertanya, "Tuan, kenapa anda tak masuk Islam saja, toh anda kelihatan begitu simpatik pada agama kami, dan mengetahui dengan baik tentang agama kami?" Si bule rupanya tak pernah berpikir akan menghadapai pertanyaan seperti itu. Dia datang ke Pesantren Darut Tauhid untuk melakukan penelitian ilmiah. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang dakwah Islam, dia harus masuk ke dalam komunitas yang menyelenggarakan dakwah, dan mencoba memahaminya secara simpatik, bukan menilainya menurut standar nilai yang berasal dari luar. Itulah sikap ilmiah yang dikenal dalam kajian antropologi. Karena bingung mencari jawaban, si bule punya ide agak "nakal". Dia bilang, "Saya belum mendapatkan hidayah, sehingga saya tidak masuk Islam". Si santri langsung diam. Jawaban si bule, rupanya, tepat mengenai sasaran dan dapat dimengerti oleh si santri yang memahami dengan baik hubungan antara konsep hidayah dengan keputusan seseorang untuk masuk Islam. Bagaimana penjelasan dari luar? Bagaimana menjelaskan seseorang masuk suatu agama tertentu dari sudut pandangan sosiologis? Kalau kita menelaah dengan cermat bagaimana sesearang masuk kedalam komunitas agama tertentu, akan kelihatan pola-pola berikut ini. Pertama, umumnya seseorang masuk atau pindah agama karena faktor keluarga atau masyarakat sekitar. Seorang yang lahir dalam keluarga Muslim dengan sendirinya akan menjadi Muslim. Begitu pula yang lahir dalam keluarga Kristen, Hindu, Budha, atau yang lain, ia akan mengikuti agama keluarga itu. Dengan kata lain, seseorang menjadi, katakanlah, Muslim bukan karena faktor "kebetulan sosial". Umumnya orang-orang Muslim memeluk agam Islam bukan karena pilihan yang bebas, tetapi karena faktor eksternal, yakni keluarga dan masyarakat. Kedua, konversi atau pindah agama karena keputusan dan pilihan yang bebas adalah gejala yang jarang terjadi. Kalau kita lihat sejarah perkembangan Islam sendiri pada masa Nabi, pola serupa bisa kita temukan pula. Setelah Nabi berhasil menaklukkan kota Mekah pada 8 Ramadan, 10 H atau Januari 630 M, puluhan ribu orang Arab berbondong-bondong masuk Islam. Umumnya, mereka masuk Islam bukan karena "pilihan yang bebas", tetapi karena melihat suatu kenyataan yang tak bisa mereka tolak, yakni Islam menjadi agama yang secara "politik" menang di tanah Arab. Bergabung dalam agama "baru" itu tentu akan lebih menguntungkan ketimbang bertahan dalam "agama lama" yang sudah kalah dan merosot. Dengan kata lain, mereka yang masuk Islam karena alasan politik pada saat itu jauh lebih banyak ketimbang masyarakat Arab yang masuk Islam karena "kesadaran intrinsik" seperti kasus yang terjadi pada sejumlah sahabat utama yang masuk Islam pada era awal. Contoh yang terkenal adalah Umar ibn Khattab yang masuk Islam karena suatu "momen puitis" yang mengharukan. Sebagaimana kita tahu, Umar masuk Islam setelah mendengar lantunan ayat Qur'an yang dibacakan oleh saudara perempuannya. Mendengar ayat-ayat Qur'an yang "tak lazim", Umar seperti terserang "setrum" karena takjub atas ayat-ayat itu. Ia langsung memeluk agama baru itu. Menjadi Muslim a la Umar ini sudah jarang terjadi pada masa-masa dakwah Nabi paska-penaklukan Mekah. Itulah yang menjelaskan kenapa begitu Nabi wafat, ribuan orang-orang Arab meninggalkan Islam dan kembali ke agama mereka yang lama. Mereka masuk Islam lebih karena alasan politik, dan karena itu Islam tidaklah masuk dan menghunjam dalam jiwa mereka. Dalam masyarakat pra-modern, pindah agama karana alasan politik, komunal, atau hubungan-hubungan sosial yang lain sangat lazim. Pada masa lampau, masyarakat biasanya mengikuti agama sang raja. Dalam Eropa abad pertengahan, dikenal suatu ungkapan Latin, cuius regio eius religio, siapa memliki wilayah, ia memiliki agama pula. Dengan kata lain, siapapun yang berkuasa dalam suatu negara, maka ia berhak menentukan agama yang harus dipeluk oleh seluruh penduduk dalam negara itu. Inilah yang menjelaskan kenapa pada zaman pra-modern dulu, seorang raja yang pindah ke agama baru akan diikuti oleh sebagian besar penduduknya. Bagi kaum misionaris, hal ini tentu menguntungkan sekali. Jika seorang misionaris atau da'i berhasil meyakinkan sang raja untuk masuk ke agama tertentu, maka keuntungan yang diperoleh bisa berlipat-lipat: bukan hanya raja saja yang akan pindah agama, tetapi juga seluruh, atau sekurang-kurangnya sebagian besar, penduduk. Selain, agama itu akan mendapat pengaruh politik yang lebih luas. Ini adalah contoh pindah agama karena faktor politik yang lazim dan sering terjadi dalam sejarah pra-modern, bukan hanya dalam kasus Islam, tetapi juga agama-agama lain. Gejala pindah agama karena keputusan yang bebas makin sering kita lihat dalam era modern sekarang ini. Ini tentu berkaitan dengan makin kuatnya konsep individualisme, selain konsep hak asasi yang cenderung memandang agama dan keyakinan sebagai pilihan pribadi. Gejala ini makin luas terjadi di negeri-negeri Barat. Ribuan orang di Amerika, misalnya, menjadi Muslim setiap tahun, bukan karena paksaan keluarga atau masyarakat, tetapi karena pilihan pribadi yang bebas. Begitu juga kita melihat ribuan orang Amerika yang meminati ajaran Budha dan ajaran-ajaran spiritualitas dari Timur; semuanya itu karena pilihan yang bebas. Tetapi, gejala pindah agama secara sukarela itu tetap lebih kecil dan terbatas jika dibandingkan dengan pola beragama yang konvensional yang sudah kita kenal selama ini, yakni beragama karena mengikuti tradisi keluarga atau masyarakat yang ada. Dengan kata lain, secara sosiologis, umumnya seseorang menjadi Muslim, Kristen, Hindu, Budha atau yang lainnya bukan karena hidayah, petunjuk, pencerahan yang datang dari Tuhan, karena intervensi dari "atas", tetapi karena lingkungan sosial. Kalau mau, anda bisa mengatakan: karena "kebetulan sosial". Ketiga, seseorang yang memeluk agama karena faktor komunal atau lingkungan sosial bukan berarti ia memeluk agama itu dengan terpaksa. Ia memang menerima agama dari keluarga atau lingkungan sosial di sekitarnya, dan untuk itu dia tak bisa memilih. Tetapi, setelah dewasa, ia pelan-pelan mempelajari agama itu dan melakukan internalisasi atau pembatinan atas doktrin-doktrinnya. Agama yang semula ia terima secara "alamiah", kemudian mengalami internalisasi. Setelah dewasa, ia bisa memilih tetap dalam agamanya, atau keluar. Ketika memilih tetap berada dalam agama yang ia peroleh dari lingkungan sekitar, maka di situ dia telah mengambil suatu keputusan. Dengan kata lain,setelah yang bersangkutan beranjak dewasa, agama yang semula "diberikan" oleh lingkungan, menjadi agama yang ia "pilih" dengan bebas. Tetapi, gejala lain juga layak kita perhitungkan. Banyak pula kita saksikan orang-orang yang menerima agama dari keluarga dan lingkungan sekitar sejak kecil, dan ia tak berusaha lebih lanjut untuk mempelajari dengan baik agama itu, sehingga dengan demikian ia mampu mengubah agama yang semula "terberi" menjadi agama yang dipilih dengan bebas. Dalam konteks Islam, kita mengenal istilah "Muslim nominal", misalnya, yakni seseorang yang memeluk Islam dari segi nama saja, tanpa memahami ajaran agama itu dengan baik. Muslim nominal adalah bentuk dari keberagamaan komunal yang lazim kita lihat dalam masyarakat. Bagi mereka, agama bukan merupakan "tindakan rohaniah" yang melibatkan keputusan yang bebas dan penuh kesadaran, tetapi identitas komunal belaka. Mereka bisa marah luar biasa saat simbol-simbol agama yang ia peluk dicederai oleh orang lain, terutama "orang lain" yang dianggap musuh, walaupun ia tak pernah menjalankan ibadah dengan baik.
Sumber : Google, http://groups.google.com/group/soc.culture.indonesia/browse_thread/thread/0799d2c251ca7917/bf6bba80415248f1?pli=1
»»  Read More...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes